Monday, December 17, 2007

Kumpulan Catatan Seorang Nenek untuk Cucunya


Judul : Pergilah ke Mana Hati Membawamu
Penulis : Susanna Tamaro
Penerjemah : Antonius Sudiarja
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : April 2004
Tebal : 216 hlm.; 23 cm
ISBN : 979-22-0801-1

"Dan kelak, di saat begitu banyak jalan terbentang di hadapanmu dan kau taktahu jalan mana yang harus diambil, janganlah memilihnya dengan asal saja, tetapi duduklah dan tunggulah sesaat. Tariklah napas dalam-dalam, dengan penuh kepercayaan, seperti saat kau bernapas di hari pertamamu di dunia ini. Jangan biarkan apa pun mengalihkan perhatianmu, tunggulah dan tunggulah lebih lama lagi. Berdiam dirilah, tetap hening, dan dengarkanlah hatimu. Lalu, ketika hati itu bicara, beranjaklah, dan pergilah ke mana hati membawamu." (PKMHM, hlm.215)

Novel ini berkisah tentang Olga, seorang perempuan tua yang telah dua bulan ditinggalkan cucunya ke Amerika. Olga tidak mengetahui tempat cucunya berada. Sang cucu pun tidak mengetahui bahwa neneknya baru saja terkena serangan jantung dan kemungkinan hidup neneknya tidak lama lagi. Namun, Olga memutuskan untuk tidak meminta cucunya pulang. Ia malah menulis semacam buku harian yang berisi segala "pengakuan" tentang dirinya. Seluruh muatan batin yang terpendam diungkapkannya, baik kisah hidup, masa lalu, perasaan-perasaan, cinta, kekecewaan, kesepian, penderitaan, maupun penyesalannya terhadap cucunya. Olga berharap jika kelak cucunya pulang dan ia sudah lebih dulu meninggal dunia, sang cucu akan membaca buku hariannya tersebut dan bisa memahami dirinya.

Dengan alur flashback (kilas balik), Olga bertutur mengenai banyak hal: penderitaannya sebagai perempuan di tengah keluarganya; kisah pernikahannya dengan Augusto yang hanya dilakukan untuk mengikuti tradisi; tentang Ernesto yang merupakan kekasih gelap sekaligus cinta sejatinya; tentang Ilaria, putrinya, yang merupakan seorang pemberontak dan feminis radikal; tentang penderitaan ibu Olga dan neneknya yang berimbas pada pembentukan kepribadian Olga; dan kenangannya yang indah selama hidup bersama cucunya. Dengan sangat hati-hati, Olga menuliskan hal-hal yang sangat peka yang menyangkut hubungan-hubungannya di masa lalu, dengan cucunya dan dengan orang lain, dengan kejujuran yang diperhitungkan agar tidak membuat luka yang baru.

Olga memang sedang berjuang untuk bersikap jujur. Selama tujuh belas tahun, ia berbohong dan menutup mulut, mengenai percintaannya dengan Ernesto, mengenai ayah kandung Ilaria, serta mengenai ayah kandung cucunya. Karena sikap diamnya ini, Olga merasa dirinya pembohong. Akibatnya, Ilaria marah ketika Olga tanpa sadar memberitahu Ilaria mengenai ayah kandungnya, hal yang telah begitu lama menjadi rahasia Olga. Dengan menceritakan sebuah dongeng, Olga pun berbohong kepada cucunya bahwa ayah anak itu adalah pangeran dari negeri "Bulan Sabit" (Turki). Padahal, entah siapa ayah kandung sang cucu karena Ilaria sebagai seorang feminis radikal menjalin hubungan dengan begitu banyak pria. Saat ini, Olga merasa sudah tiba waktunya untuk mengungkapkan kejujuran itu kepada cucunya tercinta.

Perbedaan usia antara Olga dan cucunya sangat jauh sehingga perbedaan pendapat dan perilaku mereka sangatlah besar. Olga menganggap perbedaan di antara mereka sangat alami, seperti pohon yang sama, tetapi berbeda musimnya. Ketika cucunya masih kecil, Olga merasa bahagia sebab cucunya masih menyenangkan. Banyak kenangan indah dan mengharukan bersama cucunya yang masih tersimpan dalam hatinya. Namun, ketika sang cucu beranjak dewasa, kegembiraan dan ketenangan itu hilang. Di antara mereka muncul ketegangan yang sulit didamaikan. Karena itu, melalui buku harian berisi segala "pengakuan" yang ditulisnya ini, Olga memohon pada cucunya agar ia dipahami dan dimaafkan. Ia berharap cucunya tidak mengadili kesalahan-kesalahannya di masa lalu, tetapi mengampuninya. Ia berharap, pada akhirnya, cucunya dapat mengikuti kata hatinya sendiri, untuk pergi ke mana pun hati sang cucu membawanya.

*

Dalam keseluruhan isi novel ini, secara lugas dan manusiawi Tamaro mengisahkan Olga, seorang perempuan tua yang merasa telah begitu dekat dengan ajal dan khawatir tidak sempat bertemu dengan cucunya untuk mengakui segala hal yang terpendam dalam hatinya. Dengan menggunakan gaya naratif yang sederhana, Tamaro menggambarkan karakter para tokohnya secara teramat gamblang dan mendalam. Alur cerita mengikuti teknik penulisan surat yang panjang; sebuah pengakuan yang tenang dan mesra mengenai kehidupan, pengalaman, serta identitas si perempuan tua. Gaya narasi mengikuti irama buku harian dan merupakan deskripsi kehidupan sepanjang perjalanannya, dalam berbagai tahap melalui ingatan dan perasaan yang hidup dan masih segar, melalui penyesalan, kelembutan hati, dan cinta, juga kekuatan, kerapuhan, serta kesadaran seorang manusia yang selalu mencari kebenaran. Akhirnya, si tokoh dapat mendengar suara hati, satu-satunya yang bisa memberikan petunjuk yang benar kala menghadapi persimpangan pilihan hidup yang membingungkan dan menyesatkan.

Ketika novel Va’ dove ti porta il cuorePergilah ke Mana Hati Membawamu ini mendapatkan penghargaan Donna Citta di Roma dan menjadi best seller internasional pada tahun 1994, Susanna Tamaro telah menulis empat novel lainnya. Novel ini merupakan buku Italia terlaris abad lalu yang diangkat ke layar lebar pada tahun 1955 oleh sutradara Cristina Comencini. Di Indonesia, novel ini sendiri pada mulanya dimuat sebagai cerita bersambung di harian Kompas. Mengutip ulasan Prof.Ostelio Remi, Direktur Pusat Kebudayaan Italia, Atase Kebudayaan Kedutaan Italia, Jakarta, di bagian Pengantar, novel ini memang sangat dianjurkan untuk dibaca oleh Anda yang memberikan ruang bagi hati untuk membuat pilihan dan ruang bagi perasaan dalam hubungan antarmanusia. Selain itu, novel ini pun memberikan pengetahuan baru mengenai perempuan dari sudut pandang yang berbeda-beda dan juga peran yang berlainan: perempuan sebagai seorang anak, seorang istri, seorang ibu, sekaligus seorang nenek.

Reviewer : Rosi

Labels: ,

1 comments:

Anonymous Anonymous said...

top [url=http://www.c-online-casino.co.uk/]uk casino bonus[/url] check the latest [url=http://www.realcazinoz.com/]online casinos[/url] autonomous no set aside perk at the chief [url=http://www.baywatchcasino.com/]casino online
[/url].

 

Memaknai Birunya Langit Cinta

Judul : Birunya Langit Cinta
Penulis : Azzura Dayana
Penerbit : Qish-U
Tahun : Cetakan 2, Oktober 2006
Tebal : 388 hlm.
ISBN : 979-25-7410-7

Daiyah Khairunnisa alias Dey, dikenal sebagai seorang aktivis dakwah yang berprinsip. Ketika baru saja naik ke kelas 3 SMA Citra Negeri di Palembang, sahabatnya, Bella, berusaha menjodohkan Dey dengan Sir Fatah, guru Bahasa Inggris mereka yang baru dan masih muda. Dey tidak memedulikannya. Berbeda dengan Bella yang sering bergonta-ganti pacar, salah satu prinsip Dey adalah tidak berpacaran karena tidak ada konsep pacaran dalam Islam. Sir Fatah sendiri ternyata adalah lulusan pesantren di Jawa Timur yang sempat menjadi tenaga pengajar di beberapa pesantren. Ia pun pernah mengikuti studi pertukaran mahasiswa di salah satu Universitas Islam di Islamabad selama satu tahun.

Karena keadaan darurat dan tidak ada pilihan lain, suatu malam sekitar pukul setengah sebelas, Dey terpaksa berboncengan motor dengan Sir Fatah untuk pulang ke rumah. Ternyata peristiwa itu merupakan siasat Bella untuk menjodohkan Dey dengan Sir Fatah. Baik Dey maupun Bella tidak menyangka bahwa kejadian itu akan berakibat buruk. Di hari-hari berikutnya, Dey menjadi topik utama gosip terbaru dan terkejam di SMA mereka: ia sebagai anak Rohis diberitakan memiliki kedekatan istimewa dengan Sir Fatah, gurunya sendiri.

Lama kelamaan, Dey dan Sir Fatah sama-sama menyadari dan mengetahui bahwa mereka menyimpan perasaan yang sama, yaitu cinta. Cinta yang belum tepat waktu, yang belum halal di mata Allah. Keteguhan prinsip dan iman memaksa keduanya untuk berjuang mengendalikan perasaan itu. Keduanya lalu memutuskan untuk mengingkari perasaan masing-masing dan saling menjaga jarak. Itulah jalan satu-satunya ketika menikah menjadi pilihan yang sama sekali tidak mungkin terjadi. Hingga pada suatu hari, Dey merasa terguncang saat terdengar kabar bahwa Sir Fatah akan menikah. Dey berusaha untuk tidak memikirkannya dan memfokuskan diri pada persiapan ujian akhir.

Sebagai satu langkah dalam proses melupakan kisahnya dengan Sir Fatah, Dey memutuskan untuk kuliah di Bandung, tepatnya di Unpad. Dalam perjalanan dari Palembang menuju Bandung, Dey berkenalan dengan George alias Jo, seorang lelaki muda berambut agak gondrong yang merupakan teman sebangku Dey di bus. Jo berprofesi sebagai wartawan di Jakarta dan berumur beberapa tahun lebih tua dari Dey. Sepanjang perjalanan, dengan caranya yang unik dan sederhana, Jo berusaha menghibur Dey yang masih merasa kacau. Sebelum berpisah, Jo memberikan kartu nama adik perempuannya di Cirebon supaya Dey bisa menghubungi adiknya.

Sambil menunggu hasil tes SPMB, setelah bertualang ke tempat-tempat tertentu di Bandung, Dey pun berencana mengunjungi Alessandra alias Ale, adik Jo, di Cirebon. Sesampainya di Cirebon, Dey bertemu kembali dengan Jo. Di sana, Jo mengungkapkan isi hatinya bahwa ia bersimpati pada Dey. Kaget dengan pernyataan Jo, Dey segera pulang ke Palembang tanpa berpamitan terlebih dulu pada Jo. Jo mengejarnya, bahkan mengatakan bahwa ia akan menemui Hidayat, kakak Dey, untuk menunjukkan keseriusannya.

Ternyata Jo tidak main-main. Jo bertamu ke rumah Dey, menemui Hidayat, dan memberitahu kakak Dey itu bahwa ia memiliki misi untuk menjadi seorang muslim yang baik, cerdas, dan taat. Semua proses perbaikan diri itu dilakukan Jo terutama agar ia bisa melamar Dey di kemudian hari. Dey merasa bimbang, apalagi ketika mendengar kabar dari sahabat Rohis-nya di SMA, Deswita, tentang Sir Fatah yang tidak jadi menikah. Alasannya pun sangat mengejutkan, yaitu karena Sir Fatah memilih untuk berjihad sebagai panglima Allah ke negeri konflik Palestina. Ketika menghadiri pernikahan Hidayat, Dey bertemu lagi dengan Sir Fatah. Perjuangannya di Palestina ternyata telah menyebabkan Sir Fatah harus merelakan kaki kanannya.

Pada akhirnya, Dey diharuskan untuk memilih. Ia terjebak dalam lingkaran cinta tiga orang laki-laki: Jo, lelaki dewasa yang mapan dan serius memperbaiki diri untuk lebih dekat dengan-Nya; Reno, teman Dey di Rohis SMA dulu yang walaupun masih kuliah, tetapi telah memiliki pekerjaan dan siap menikah; serta Sir Fatah, masa lalunya yang kembali hadir kini. Siapakah yang akan Dey pilih?

*

Tentang cinta, memang ia adalah topik seumur hidup. Yang menjadi bagian terpenting dalam novel ini adalah pelajaran yang bisa diambil dari kisah hidup seorang Dey. Di kalangan aktivis dakwah, tidak jarang cinta pun bersemi sebelum waktunya. Kisah Dey menunjukkan bahwa para aktivis dakwah bukanlah tembok kokoh yang tidak berperasaan. Mereka adalah manusia dengan hati yang lembut dan bisa merapuh jika dihadapkan pada keadaan tertentu. Mereka pun merasakan cinta, menikmati cinta, tetapi mereka selalu memiliki cara untuk mengendalikannya. Mereka juga manusia, tetapi sebagai manusia yang memang tidak pernah lepas dari khilaf, mereka senantiasa memiliki niat dan tekad untuk selalu berjuang agar bisa tetap berada di jalan-Nya.

Novel ini adalah kumpulan dari kecintaan Azzura pada kota kelahiran dan kisah perjalanannya ke empat kota. Gadis yang turut membidani lahirnya FLP Wilayah Sumatera Selatan ini memang memiliki kegemaran jalan-jalan dan bertualang sendirian. Dengan keikutsertaannya dalam organisasi penulis nusantara dan mancanegara tersebut, minat dan bakat menulisnya mulai terasah. Pada 2003, ia berhasil menjadi juara ketiga Sayembara Penulisan Novel Remaja tingkat nasional Gema Insani Press 2003, dengan novel remaja berjudul Alabaster yang mengambil setting di Canberra dan Adelaide, Australia. Di akhir 2004, cerpen "Lampion" menyabet penghargaan terbaik kedua dalam Festival Kreativitas Pemuda yang diadakan atas kerjasama Creative Writing Institute, Direktorat Kepemudaan dan Diknas, serta dibukukan dalam antologi Dari Zefir sampai Puncak Fujiyama (CWI, 2004).

Seperti yang diutarakan Salim A.Fillah dalam sampul buku Birunya Langit Cinta ini, kisah Dey dan tiga orang lelaki dalam hidupnya ini memang senikmat susu coklat. Aromanya harum mewangikan cinta, gizinya memperkaya jiwa. Hangat, memikat! Bacalah, hiruplah keharuman aromanya, teguklah sedikit demi sedikit susu coklat yang penuh gizi ini, dan niscaya Anda akan bisa memaknai birunya langit cinta dari perspektif yang berbeda.


Reviewer : Rosi

Labels: ,

2 comments:

Anonymous Anonymous said...

Novel yang ringan dan bagus. Seperti kehidupan sehari-hari para aktivis dakwah SMA yang segar. Membaca novel ini membuat saya mengenang masa-masa saat ini yang sama persis seperti kisah Dey.
Setelah membacanya, saya sedikit tersentak, tertawa, dan menangis. Salut buat Mbak Azzura! Ditunggu novel selanjutnya...

 

Blogger Unknown said...

Sebenernya aku kurang setuju klo seseorang berubah menjadi baik karena someone special, perubahan seperti itu tak akn berlangsung lama. Biasanya... Tapi ini novel kan ? Cerita fiktif jadi ya mungkin bisa.
Selebihnya ceritanya memang bagus...

 

Tiga Belas Macam Ajakan untuk Mengintrospeksi Diri


Judul : The Story of Jomblo
Penulis : Asma Nadia, dkk.
Penerbit : Lingkar Pena Kreativa
Tahun : September 2005
Tebal : 188 hlm.; 18 cm
ISBN : 979-3651-04-0

Sebanyak 13 buah cerpen dari 13 orang penulis tergabung dalam satu buku antologi cerpen pilihan ini. Berikut ini adalah ulasan singkat mengenai ketiga belas cerpen tersebut.

Asma Nadia menulis cerpen "Kasmaran!" yang berkisah tentang Jamal, pemuja gadis desa sebelah, Juleha. Saking cintanya pada Juleha, Jamal jadi lupa segalanya. Di benaknya hanya ada nama Juleha, Juleha, dan Juleha. Jamal tergila-gila pada Juleha sampai benar-benar nyaris gila. Keluarga Jamal pun memutuskan untuk melamar Juleha sang pujaan hati Jamal demi menghentikan kegilaan Jamal. Namun, pada hari H saat lamaran akan dilakukan, Jamal mendadak sakit. Akhirnya, Emak Jamal pun menemukan kebenaran yang tidak disangka-sangka di balik rasa cinta Jamal pada Juleha.

Sementara itu, cerpen "The Story of Jomblo" yang menjadi judul antologi cerpen ini ditulis oleh Aveus Har. Diceritakan mengenai Dipo, Roni, dan Vera, tiga orang anak muda yang menjalin hubungan persahabatan. Dipo dan Roni sempat memperebutkan Vera untuk dijadikan pacar, tetapi Vera memilih untuk tidak memilih keduanya. Setelah ditolak Vera, Roni mengaku bahwa ia telah memacari seorang gadis bernama Dewi. Untuk menjaga harga dirinya, Dipo pun mati-matian mencari pacar, hingga ia terpaksa melakukan kekonyolan yang membuatnya sangat tersiksa.

Cerpen "Srikandi Tidak Butuh Bunga" ditulis oleh Novia Syahiah. Cerpen ini berkisah tentang seorang pemuda trendi, Cakra, yang digemari banyak gadis. Kepercayaan diri Cakra selalu hilang jika berhadapan dengan Srikandi, seorang gadis berkerudung yang lebih tua beberapa tahun darinya. Cakra sadar ia telah jatuh cinta sepenuhnya pada Srikandi, tetapi ia tidak berani berterus terang. Sahabatnya yang tengil, Gilang, mengusulkan agar ia memberi Srikandi setangkai bunga dan puisi sebagai ungkapan cinta. Akhirnya, berbekal puisi "Aku Ingin" karya Sapardi Djoko Damono dan setangkai bunga tulip biru, Cakra menemui Srikandi. Jawaban Srikandi mengagetkannya, karena yang dibutuhkan Srikandi bukanlah setangkai bunga, dan bukan pula seorang pacar.

Jazimah Al Muhyi dengan cerpennya yang berjudul "Penulis Terkenal" menceritakan kakak-beradik Reki dan Reka. Sang adik, Reka, masih duduk di bangku SMP, sedangkan sang kakak, Reki, merupakan seorang mahasiswa tingkat akhir. Sudah lama Reka memendam keinginan untuk menjadi seorang penulis terkenal. Berbagai persiapan ia lakukan, mulai dari berfoto dengan pose yang bagus hingga membuat biodata. Ia pun meminta pendapat kakaknya untuk membuatkannya nama pena yang hebat. Padahal, belum satu pun tulisan Reka yang dimuat di media, bahkan belum satu pun tulisan yang dibuatnya.

Syamsa Hawa menulis "Hitam", sebuah cerpen apik yang mengisahkan Nana, seorang gadis yang berkulit seperti orang negro. Kulitnya yang hitam selalu membuatnya rendah diri karena selalu menjadi bahan ejekan orang lain. Semua ejekan itu membuat Nana sangat tersinggung dan begitu sakit hati sehingga ia menyesali dirinya. Hingga pada suatu hari, ia bertemu Rita, teman sekelasnya di SMP yang kini satu SMA dengannya. Tubuh Rita yang pendek dan mungil, ditambah jilbab lebar yang menutupi tubuhnya, membuat teman-teman Rita menyebutnya "karung goni" dan "cebol". Anehnya, Rita tetap tersenyum dan tidak membalas ejekan-ejekan itu. Hal ini membuat Nana merenung dan membulatkan sebuah tekad yang mengubah semuanya.

Hilman Hariwijaya melalui cerpennya yang berjudul "Si Pecundang" mengedepankan Sanjay, anak Betawi yang bekerja sebagai wartawan freelance di salah satu tabloid. Babe Sanjay memberitahunya bahwa ketika Babe masih muda, ia telah berikrar pada Haji Sueb, saudara angkat Babe, untuk menjodohkan anak-anak mereka kelak. Sanjay langsung menolak perjodohan a la Siti Nurbaya itu, padahal ia sama sekali belum melihat calon jodohnya. Disangkanya anak gadis Haji Sueb adalah seorang gadis kampungan yang tidak pantas untuknya. Lagipula, Sanjay sedang mengincar Mira, gadis cantik yang mewawancarainya perihal cerpennya. Cerpen Sanjay memang menjadi juara pertama Lomba Penulisan Cerpen di tabloid tempat Sanjay bekerja. Masalah lain muncul saat ada surat pembaca yang mengkritik bahwa cerpen tersebut adalah jiplakan dari sebuah film Cina. Sanjay semakin kalang kabut.

Cerpen "Sepatu Kaca" yang ditulis oleh Fahri Asiza bermuatan dongeng bercampur mistis. Dongeng di zaman modern ini mengisahkan dua orang sahabat, Gus Dol dan Giman. Keduanya adalah orang-orang kampung yang nekat menaklukkan Jakarta. Di kota ini, Gus Dol bertemu Jumilah, seorang penjual jamu gedong berusia 17 tahun yang berasal dari daerah yang sama dengan Gus Dol, hanya berbeda desa. Gus Dol berkeinginan menikahi Jumilah. Giman mengusulkan agar Gus Dol mencari sepatu kaca, lalu bertapa di pinggir kali untuk mendapatkan petunjuk dari dedemit agar ia bisa kaya dan menikahi Jumilah. Gus Dol menurut, tetapi pada akhirnya ia tersadar bahwa hidup di dunia nyata bukanlah seperti hidup di negeri dongeng.

Rahmayanti lain lagi. Dalam cerpen berjudul "Duh, Deni...", ia mengisahkan Deni, seorang anak keturunan Jakarta-Minang, melalui sudut pandang kakaknya. Karakter Deni yang jujur, cenderung asal, cuek, dan apa adanya, sering membuatnya terkena masalah. Bahkan, tidak jarang kejujurannya yang sangat apa adanya malah membahayakan dirinya. Misalnya, ketika terjadi tawuran antarpelajar, Deni turun tangan membela seorang pelajar yang dikeroyok. Akibatnya, ia terkena pukulan salah seorang pelajar. Begitulah Deni, apapun yang dianggapnya salah akan segera dikritiknya. Hingga pada suatu hari, terjadi satu peristiwa yang nyaris menghilangkan nyawanya.

Dengan cara bertutur yang puitik khas Gola Gong, cerpen "Kenangan yang Tertinggal" menjadi satu cerpen yang "berbeda". Cerpen ini bercerita tentang Buyung, anak bungsu seorang juragan tanah, yang sangat mencintai seni. Padepokan seni yang dibangun di atas tanah ayahnya akan diratakan dengan tanah dalam proyek pembuatan jalan bebas hambatan. Padahal, padepokan seni itu adalah tempat Buyung dan teman-teman teater sekolahnya berekspresi sejak lima tahun yang lalu. Karena tidak dapat berbuat apa-apa untuk mencegah proyek itu, Buyung tinggal di padepokan hingga proyek itu dimulai, sambil mempersiapkan sebuah naskah teater. Naskah tersebut melukiskan rasa kehilangan Buyung yang teramat sangat, yang akan dipentaskan pada malam perpisahan di sekolahnya.

Cerpen "Primadona Sekolah" karya Asa Mulchias menyindir para ABG korban mode dengan satu kisah ironis. Awalnya, bisa dikatakan seluruh kaum Adam di sekolah memuja Nona, gadis kaya yang cantik, modis, dan memesona. Tiap hari ada saja cara Nona untuk selalu tampil up to date dalam penampilannya. Ia tidak peduli dan tidak takut pada peraturan sekolah, malah ia membujuk teman-temannya untuk menjadi seperti dirinya. Tiga orang temannya, Yosi, Wanda, dan Hilda, terbujuk dan mengikuti style Nona. Berbeda dengan Gayatri, gadis udik anak buruh pabrik, yang harus dibujuk berkali-kali agar mau mengubah penampilan culunnya. Ketika pada akhirnya penampilan Gayatri berubah, Nona dan tiga orang temannya sama sekali tidak menyangka apa yang akan terjadi.

Cerpen "Ini Mudikku (Lebaran bersama Pembantu Tercinta)" karya Boim Lebon menceritakan hubungan Diana, anak kelas 3 SMA yang berasal dari keluarga kaya, dengan Mbak Inem, pembantunya. Selama ini, karena kesibukan orang tuanya, Diana dan orang tuanya hanya bisa berkumpul bertiga satu hari dalam setahun, yaitu pada hari Lebaran. Di hari-hari biasa, Diana selalu ditemani para pembantu atau bermain dengan teman-temannya di luar rumah. Namun, ada yang berbeda dengan Ramadhan kali ini dengan kehadiran Mbak Inem. Pembantunya yang satu ini begitu perhatian pada Diana seperti memperhatikan anaknya sendiri. Hal ini membuat Diana memutuskan untuk menemani Mbak Inem mudik ke kampung halamannya untuk merasai pengalaman baru.

Sakti Wibowo dengan cerpen "Surat Cinta buat Spiderman"-nya bercerita tentang Nicky, seorang aktivis dakwah kampus, dan seseorang yang misterius yang sering mengiriminya surat cinta. Si pengirim surat cinta ini mengaku bernama Dewa, dan ia selalu mengkritik Nicky secara tidak langsung tetapi tepat sasaran melalui surat-suratnya. Kritikan Dewa membuat Nicky melakukan introspeksi sehingga ia mulai memperbaiki kesalahan-kesalahannya. Ia mulai lebih memperhatikan kerapihan dan keserasian baju yang dipakainya saat berdakwah. Nicky tersadarkan bahwa dalam berdakwah tidak cukup jika hanya didasarkan pada semangat saja, tetapi juga harus memperhitungkan daya pikat yang dipakai. Sayangnya, Nicky masih belum bisa menebak siapa gerangan si misterius Dewa.

Berbeda dengan kedua belas cerpen lainnya, cerpen penutup yang berjudul "Dua Puluh di Enam Lima" karya Fera Andriani Djakfar ini mengambil latar di Kairo, Mesir. Ketika hendak pulang ke asrama, dua orang gadis asal Indonesia, Tika dan Widya, tidak mendapatkan tempat duduk di bus Enam Lima. Akibatnya, mereka harus berdiri selama dua puluh menit perjalanan pulang. Di depan mereka, duduk seorang pemuda Mesir berkacamata hitam yang belum juga mempersilakan mereka menempati tempat duduknya. Hal ini membuat keduanya kesal dan bergantian mengumpat dalam bahasa Indonesia tentang ulah tidak sopan si pemuda. Mereka belum menyadari bahwa baru dua puluh menit di atas bus Enam Lima, tetapi lisan mereka sudah tidak bisa terjaga.

Saat membaca, Anda mungkin akan kerepotan menghadapi berbagai suasana yang berganti-ganti, karakter-karakter yang hidup dan menyapa Anda dengan lincahnya, serta peristiwa-peristiwa yang akrab dengan kehidupan Anda sehari-hari. Namun, kerepotan itu benar-benar akan menghadirkan kenikmatan tersendiri. Kisah-kisahnya layak dibaca semua orang, terutama para remaja yang sedang dan akan terus mencari jati diri. Membaca antologi cerpen ini seperti mengarungi samudera hikmah takberujung. Selalu ada saja pelajaran yang bisa dipetik, nasihat yang menusuk hati, humor yang tidak membodohi, dan teguran yang membuat Anda sejenak terdiam untuk mengintrospeksi diri.

Reviewer : Rosi

Labels: ,

0 comments: