Friday, May 11, 2007

Filosofi Naif Seorang Pakar Internet

Judul : Filosofi Naif (Kehidupan Dunia Cyber)
Penulis : Onno W.Purbo
Penerbit: Republika
Halaman : v+146 hlm
Dimensi : 11,5cm x 17,5cm
ISBN : 979-3210-08-7



Jadilah orang yang merdeka dengan internet. Kesan itulah yang saya dapatkan setelah membaca buku ini. Memang, arus globalisasi dan kemajuan teknologi informasi yang (terlalu) cepat menjadikan paradigma masyarakat terhadap berbagai hal berubah. Hal-hal yang dulu relevan, saat ini tidak lagi. Dengan filosofi-nya yang memang sederhana (naif), Onno W.Purbo berusaha menyampaikan kritik dan masukan terhadap berbagai macam 'sistem' yang dianut oleh bangsa Indonesia. Utamanya pendidikan dan paradigma bermasyarakat, juga menyinggung hanya sedikit tentang politik. Melalui buku ini juga beliau menyuarakan pentingnya peranan komunitas dalam proses pembelajaran, karena biasanya terjadi suatu interaksi atau transfer ilmu dalam bentuk diskusi yang bisa mempercepat proses pembelajaran.

Agar dapat survive, setiap orang dituntut untuk bisa sejalan dengan pesatnya percepatan informasi. Untuk itu, setiap orang dituntut untuk memiliki mobilitas yang tinggi dan akses terhadap informasi. Internet mampu memberikan itu. Hampir-hampir tidak ada batasan dalam internet. Satu-satunya yang membatasi adalah etika yang berlaku dalam berinteraksi dengan orang lain, atau biasa disebut netiket. Sialnya banyak yang belum mengetahui apalagi memahami tentang netiket ini.

Percaya atau tidak, dalam internet hak-hak setiap orang begitu dihormati dan suara setiap orang didengarkan. Semua orang setara. Gelar, jabatan dan strata sosial tidak berlaku di sini. Bukan hal yang mustahil jika kemudian polisi 'bersahabat' dengan penjahat di sini, profesor berdebat dengan lulusan SD, atau bahkan guru yang diajari muridnya. Satu-satunya yang dihargai di internet adalah kemampuan, tidak peduli seburuk apapun wajah seseorang atau serendah apapun pendidikan seseorang. Selama dia memiliki solusi terhadap suatu masalah, dia akan dihargai di internet. Maka, kemudian muncul pemimpin-pemimpin yang terpilih secara alami. Hal ini biasanya terjadi dalam suatu komunitas yang tergabung dalam mailing list. Pemimpin-pemimpin ini tidak terpilih melalui PEMILU dan mengkampanyekan dirinya. Namun, 'warga'-lah yang menyematkan mahkota itu sebagai pengakuan terhadap kemampuannya yang lebih. Seseorang menjadi pemimpin, karena memang dia layak menjadi pemimpin. Onno W. Purbo sendiri adalah seorang pemimpin di dunia internet, setidaknya bagi dunia internet di Indonesia.

Bagaimana seseorang menjadi pemimpin? Dengan cara berbagi, utamanya berbagi ilmu atau informasi, karena internet memang tempatnya informasi. Oleh sebab itu, hak cipta, Undang-undang HAKI atau proteksi apapun terhadap pengetahuan (informasi) menjadi tidak relevan karena tidak sesuai dengan semangat untuk berbagi. Dalam internet juga berlaku hukum Tuhan. Siapa beramal, dia mendapat pahala. Siapa berbagi, dia akan mendapatkan lebih banyak dari apa yang dibagikannya. Masuk akal jika kemudian orang-orang atau organisasi yang membagikan pengetahuannya begitu dicintai di internet. Maka tidak salah jika Yahoo!, Google, Apache Web Server, PHP, Linux atau apapun yang Open Source menjadi besar di internet. Kenyataannya, dengan berbagi, nama-nama itu tidak menjadi miskin, malah mendapatkan semakin banyak keuntungan dan semakin populer.

Jika selama ini kita memandang bahwa status sosial dilihat dari jabatan atau pekerjaan tertentu di kantor, siap-siaplah untuk kecewa. Dengan adanya internet, pekerjaan yang terikat jam kerja, ruang kantor dan peraturan-peraturan sudah tidak lagi sesuai. Sudah saatnya suatu pekerjaan dinilai dari efektifitasnya. Tidak menjadi soal dikerjakan kapan dan dimanapun, yang paling penting pekerjaan itu selesai. Dengan cara ini, perusahaan bisa menekan banyak biaya sebetulnya. Sialnya orang-orang yang menggeluti hidup seperti itu masih dicap negatif dari masyarakat, karena terkesan pengangguran. Onno W.Purbo pun mengakui adanya kesan tersebut. Masih diperlukan waktu lebih lama untuk mensosialisasikan paradigma semacam ini, yang paling penting kita bisa senantiasa mengkomunikasinnya (mengedukasi). Setelah berhenti jadi dosen di ITB, beliau pada akhirnya hidup 'menggelandang'. Tidak ada kantor, tidak ada jabatan, pun pekerjaan yang spesifik. Beliau 'bekerja' di rumahnya saja yang sebagian besar waktunya digunakan untuk berinternet ria. Small Office Home Office (SOHO), begitu sebutannya.

Dalam banyak hal, dunia internet bisa memanusiakan kembali manusia yang sejatinya adalah merdeka. Tidak ada penjajahan di dalam internet, semua orang merdeka. Mungkin internet itulah penjajahnya. Orang-orang yang dicintai adalah yang lebih banyak memberikan manfaat, begitu juga yang dibenci adalah yang paling mengganggu. Satu-satunya yang membatasi perilaku seseorang sehingga tidak 'berlebihan' di internet adalah norma-norma yang tidak tertulis (konsensus). Bagi sebagian orang, norma-norma itu adalah keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah. Saat ini, mungkin hanya di internet saja prinsip-prinsip agung seperti kejujuran dan keadilan berjalan sebagaimana mestinya.

Secara pribadi, saya meng-amin-kan keseluruhan isi dari buku ini. Mungkin karena saya juga memiliki cara pandang, semangat dan keresahan yang sama dengan beliau, sehingga apa yang ada di buku ini cepat saya pahami. Selain itu juga karena memang gaya tulisan dan penyampaiannya yang ringan, siapapun akan mudah memahami isi buku ini. Onno W. Purbo memang langka menulis buku semacam ini, meskipun sebetulnya isi atau ide dari buku ini 'terselip' di tulisan-tulisannya yang dibagikan secara gratis di situs http://www.bogor.net/idkf. Saya juga merasakan semangat yang sama dalam ceramah di seminar-seminar yang saya ikuti. Jika anda mengikuti seminarnya, siap-siap saja dengan harddisk kosong minimal 13GB, beliau akan membagikan materi-materi pengetahuan yang dimilikinya. Dalam banyak hal, beliau menginspirasi saya, juga melalui buku ini.

Saya merasa sangat beruntung, setelah lama mencari, akhirnya saya bisa memiliki buku ini. Laik beli dan laik baca. Di toko buku sebesar Gramedia pun buku ini sudah ditarik dari peredaran. Saya merasa perlu berterima kasih kepada pihak penyelenggara Islamic Book Fair 2007, di Be Mall, Bandung. Juga penerbit Republika yang memberi potongan 50% untuk buku ini. Sehingga akhirnya saya bisa mendapatkan buku ini, dengan harga yang murah meriah pula.

Reviewer : Donny

Labels: ,