Monday, December 17, 2007

Tiga Belas Macam Ajakan untuk Mengintrospeksi Diri


Judul : The Story of Jomblo
Penulis : Asma Nadia, dkk.
Penerbit : Lingkar Pena Kreativa
Tahun : September 2005
Tebal : 188 hlm.; 18 cm
ISBN : 979-3651-04-0

Sebanyak 13 buah cerpen dari 13 orang penulis tergabung dalam satu buku antologi cerpen pilihan ini. Berikut ini adalah ulasan singkat mengenai ketiga belas cerpen tersebut.

Asma Nadia menulis cerpen "Kasmaran!" yang berkisah tentang Jamal, pemuja gadis desa sebelah, Juleha. Saking cintanya pada Juleha, Jamal jadi lupa segalanya. Di benaknya hanya ada nama Juleha, Juleha, dan Juleha. Jamal tergila-gila pada Juleha sampai benar-benar nyaris gila. Keluarga Jamal pun memutuskan untuk melamar Juleha sang pujaan hati Jamal demi menghentikan kegilaan Jamal. Namun, pada hari H saat lamaran akan dilakukan, Jamal mendadak sakit. Akhirnya, Emak Jamal pun menemukan kebenaran yang tidak disangka-sangka di balik rasa cinta Jamal pada Juleha.

Sementara itu, cerpen "The Story of Jomblo" yang menjadi judul antologi cerpen ini ditulis oleh Aveus Har. Diceritakan mengenai Dipo, Roni, dan Vera, tiga orang anak muda yang menjalin hubungan persahabatan. Dipo dan Roni sempat memperebutkan Vera untuk dijadikan pacar, tetapi Vera memilih untuk tidak memilih keduanya. Setelah ditolak Vera, Roni mengaku bahwa ia telah memacari seorang gadis bernama Dewi. Untuk menjaga harga dirinya, Dipo pun mati-matian mencari pacar, hingga ia terpaksa melakukan kekonyolan yang membuatnya sangat tersiksa.

Cerpen "Srikandi Tidak Butuh Bunga" ditulis oleh Novia Syahiah. Cerpen ini berkisah tentang seorang pemuda trendi, Cakra, yang digemari banyak gadis. Kepercayaan diri Cakra selalu hilang jika berhadapan dengan Srikandi, seorang gadis berkerudung yang lebih tua beberapa tahun darinya. Cakra sadar ia telah jatuh cinta sepenuhnya pada Srikandi, tetapi ia tidak berani berterus terang. Sahabatnya yang tengil, Gilang, mengusulkan agar ia memberi Srikandi setangkai bunga dan puisi sebagai ungkapan cinta. Akhirnya, berbekal puisi "Aku Ingin" karya Sapardi Djoko Damono dan setangkai bunga tulip biru, Cakra menemui Srikandi. Jawaban Srikandi mengagetkannya, karena yang dibutuhkan Srikandi bukanlah setangkai bunga, dan bukan pula seorang pacar.

Jazimah Al Muhyi dengan cerpennya yang berjudul "Penulis Terkenal" menceritakan kakak-beradik Reki dan Reka. Sang adik, Reka, masih duduk di bangku SMP, sedangkan sang kakak, Reki, merupakan seorang mahasiswa tingkat akhir. Sudah lama Reka memendam keinginan untuk menjadi seorang penulis terkenal. Berbagai persiapan ia lakukan, mulai dari berfoto dengan pose yang bagus hingga membuat biodata. Ia pun meminta pendapat kakaknya untuk membuatkannya nama pena yang hebat. Padahal, belum satu pun tulisan Reka yang dimuat di media, bahkan belum satu pun tulisan yang dibuatnya.

Syamsa Hawa menulis "Hitam", sebuah cerpen apik yang mengisahkan Nana, seorang gadis yang berkulit seperti orang negro. Kulitnya yang hitam selalu membuatnya rendah diri karena selalu menjadi bahan ejekan orang lain. Semua ejekan itu membuat Nana sangat tersinggung dan begitu sakit hati sehingga ia menyesali dirinya. Hingga pada suatu hari, ia bertemu Rita, teman sekelasnya di SMP yang kini satu SMA dengannya. Tubuh Rita yang pendek dan mungil, ditambah jilbab lebar yang menutupi tubuhnya, membuat teman-teman Rita menyebutnya "karung goni" dan "cebol". Anehnya, Rita tetap tersenyum dan tidak membalas ejekan-ejekan itu. Hal ini membuat Nana merenung dan membulatkan sebuah tekad yang mengubah semuanya.

Hilman Hariwijaya melalui cerpennya yang berjudul "Si Pecundang" mengedepankan Sanjay, anak Betawi yang bekerja sebagai wartawan freelance di salah satu tabloid. Babe Sanjay memberitahunya bahwa ketika Babe masih muda, ia telah berikrar pada Haji Sueb, saudara angkat Babe, untuk menjodohkan anak-anak mereka kelak. Sanjay langsung menolak perjodohan a la Siti Nurbaya itu, padahal ia sama sekali belum melihat calon jodohnya. Disangkanya anak gadis Haji Sueb adalah seorang gadis kampungan yang tidak pantas untuknya. Lagipula, Sanjay sedang mengincar Mira, gadis cantik yang mewawancarainya perihal cerpennya. Cerpen Sanjay memang menjadi juara pertama Lomba Penulisan Cerpen di tabloid tempat Sanjay bekerja. Masalah lain muncul saat ada surat pembaca yang mengkritik bahwa cerpen tersebut adalah jiplakan dari sebuah film Cina. Sanjay semakin kalang kabut.

Cerpen "Sepatu Kaca" yang ditulis oleh Fahri Asiza bermuatan dongeng bercampur mistis. Dongeng di zaman modern ini mengisahkan dua orang sahabat, Gus Dol dan Giman. Keduanya adalah orang-orang kampung yang nekat menaklukkan Jakarta. Di kota ini, Gus Dol bertemu Jumilah, seorang penjual jamu gedong berusia 17 tahun yang berasal dari daerah yang sama dengan Gus Dol, hanya berbeda desa. Gus Dol berkeinginan menikahi Jumilah. Giman mengusulkan agar Gus Dol mencari sepatu kaca, lalu bertapa di pinggir kali untuk mendapatkan petunjuk dari dedemit agar ia bisa kaya dan menikahi Jumilah. Gus Dol menurut, tetapi pada akhirnya ia tersadar bahwa hidup di dunia nyata bukanlah seperti hidup di negeri dongeng.

Rahmayanti lain lagi. Dalam cerpen berjudul "Duh, Deni...", ia mengisahkan Deni, seorang anak keturunan Jakarta-Minang, melalui sudut pandang kakaknya. Karakter Deni yang jujur, cenderung asal, cuek, dan apa adanya, sering membuatnya terkena masalah. Bahkan, tidak jarang kejujurannya yang sangat apa adanya malah membahayakan dirinya. Misalnya, ketika terjadi tawuran antarpelajar, Deni turun tangan membela seorang pelajar yang dikeroyok. Akibatnya, ia terkena pukulan salah seorang pelajar. Begitulah Deni, apapun yang dianggapnya salah akan segera dikritiknya. Hingga pada suatu hari, terjadi satu peristiwa yang nyaris menghilangkan nyawanya.

Dengan cara bertutur yang puitik khas Gola Gong, cerpen "Kenangan yang Tertinggal" menjadi satu cerpen yang "berbeda". Cerpen ini bercerita tentang Buyung, anak bungsu seorang juragan tanah, yang sangat mencintai seni. Padepokan seni yang dibangun di atas tanah ayahnya akan diratakan dengan tanah dalam proyek pembuatan jalan bebas hambatan. Padahal, padepokan seni itu adalah tempat Buyung dan teman-teman teater sekolahnya berekspresi sejak lima tahun yang lalu. Karena tidak dapat berbuat apa-apa untuk mencegah proyek itu, Buyung tinggal di padepokan hingga proyek itu dimulai, sambil mempersiapkan sebuah naskah teater. Naskah tersebut melukiskan rasa kehilangan Buyung yang teramat sangat, yang akan dipentaskan pada malam perpisahan di sekolahnya.

Cerpen "Primadona Sekolah" karya Asa Mulchias menyindir para ABG korban mode dengan satu kisah ironis. Awalnya, bisa dikatakan seluruh kaum Adam di sekolah memuja Nona, gadis kaya yang cantik, modis, dan memesona. Tiap hari ada saja cara Nona untuk selalu tampil up to date dalam penampilannya. Ia tidak peduli dan tidak takut pada peraturan sekolah, malah ia membujuk teman-temannya untuk menjadi seperti dirinya. Tiga orang temannya, Yosi, Wanda, dan Hilda, terbujuk dan mengikuti style Nona. Berbeda dengan Gayatri, gadis udik anak buruh pabrik, yang harus dibujuk berkali-kali agar mau mengubah penampilan culunnya. Ketika pada akhirnya penampilan Gayatri berubah, Nona dan tiga orang temannya sama sekali tidak menyangka apa yang akan terjadi.

Cerpen "Ini Mudikku (Lebaran bersama Pembantu Tercinta)" karya Boim Lebon menceritakan hubungan Diana, anak kelas 3 SMA yang berasal dari keluarga kaya, dengan Mbak Inem, pembantunya. Selama ini, karena kesibukan orang tuanya, Diana dan orang tuanya hanya bisa berkumpul bertiga satu hari dalam setahun, yaitu pada hari Lebaran. Di hari-hari biasa, Diana selalu ditemani para pembantu atau bermain dengan teman-temannya di luar rumah. Namun, ada yang berbeda dengan Ramadhan kali ini dengan kehadiran Mbak Inem. Pembantunya yang satu ini begitu perhatian pada Diana seperti memperhatikan anaknya sendiri. Hal ini membuat Diana memutuskan untuk menemani Mbak Inem mudik ke kampung halamannya untuk merasai pengalaman baru.

Sakti Wibowo dengan cerpen "Surat Cinta buat Spiderman"-nya bercerita tentang Nicky, seorang aktivis dakwah kampus, dan seseorang yang misterius yang sering mengiriminya surat cinta. Si pengirim surat cinta ini mengaku bernama Dewa, dan ia selalu mengkritik Nicky secara tidak langsung tetapi tepat sasaran melalui surat-suratnya. Kritikan Dewa membuat Nicky melakukan introspeksi sehingga ia mulai memperbaiki kesalahan-kesalahannya. Ia mulai lebih memperhatikan kerapihan dan keserasian baju yang dipakainya saat berdakwah. Nicky tersadarkan bahwa dalam berdakwah tidak cukup jika hanya didasarkan pada semangat saja, tetapi juga harus memperhitungkan daya pikat yang dipakai. Sayangnya, Nicky masih belum bisa menebak siapa gerangan si misterius Dewa.

Berbeda dengan kedua belas cerpen lainnya, cerpen penutup yang berjudul "Dua Puluh di Enam Lima" karya Fera Andriani Djakfar ini mengambil latar di Kairo, Mesir. Ketika hendak pulang ke asrama, dua orang gadis asal Indonesia, Tika dan Widya, tidak mendapatkan tempat duduk di bus Enam Lima. Akibatnya, mereka harus berdiri selama dua puluh menit perjalanan pulang. Di depan mereka, duduk seorang pemuda Mesir berkacamata hitam yang belum juga mempersilakan mereka menempati tempat duduknya. Hal ini membuat keduanya kesal dan bergantian mengumpat dalam bahasa Indonesia tentang ulah tidak sopan si pemuda. Mereka belum menyadari bahwa baru dua puluh menit di atas bus Enam Lima, tetapi lisan mereka sudah tidak bisa terjaga.

Saat membaca, Anda mungkin akan kerepotan menghadapi berbagai suasana yang berganti-ganti, karakter-karakter yang hidup dan menyapa Anda dengan lincahnya, serta peristiwa-peristiwa yang akrab dengan kehidupan Anda sehari-hari. Namun, kerepotan itu benar-benar akan menghadirkan kenikmatan tersendiri. Kisah-kisahnya layak dibaca semua orang, terutama para remaja yang sedang dan akan terus mencari jati diri. Membaca antologi cerpen ini seperti mengarungi samudera hikmah takberujung. Selalu ada saja pelajaran yang bisa dipetik, nasihat yang menusuk hati, humor yang tidak membodohi, dan teguran yang membuat Anda sejenak terdiam untuk mengintrospeksi diri.

Reviewer : Rosi

Labels: ,

0 comments: